Illustrasi gambar salju yang menyelimuti tanah |
Di sore hari yang dingin, salju tipis turun menyelimuti tanah, menandakan tibanya musim dingin. Seorang pendeta Buddha tampak berjalan menembus dinginnya sore. Karena khawatir dengan malam yang semakin dingin, dia berniat singgah sehari di desa yang dilewatinya.
Di sebuah desa yang sangat miskin, dia mengetuk pintu salah satu rumah penduduk, tapi tidak dibukakan pintu. Begitu pula di rumah lain. Tak satupun penduduk bersedia menerima kehadirannya.
Namun, saat tiba di sebuah rumah dekat jembatan, sang pendeta dipersilahkan masuk. Rumah yang sangat kecil itu milik seorang nenek yang sangat miskin. Perabotan yang ada hanya beberapa buah. Bahkan nenek itu tak punya makanan sedikitpun.
Sang pendeta dipersilahkan duduk di depan tungku perapian yang dingin karena nenek itu tak punya kayu bakar lagi dan api pun mulai padam. Sang nenek merasa bersalah. Seharusnya dia menghidangkan sesuatu bagi sang pendeta, tapi dia tak punya apa-apa lagi.
Salju masih turun, tapi sang nenek memaksakan diri keluar. Dia berjalan menuju lumbung padi dan kebun lobak milik tetangganya yang kaya. Dia mengambil beberapa batang padi dan mencabut beberapa batang lobak dari kebun. Kemudian dia pergi ke hutan untuk memotong beberapa pohon dan ranting kering. Setelah itu dia pulang.
Illustrasi gambar jejak kaki sang nenek |
Sang nenek sadar, dia meninggalkan jejak kaki di salju. Esok hari perbuatannya pasti diketahui oleh pemilik lumbung dan kebun lobak. Namun, karena merasa kasihan dengan sang pendeta, nenek itu bertekad akan menanggung resiko. Yang penting sekarang dia bisa memberikan yang terbaik bagi tamunya, sang pendeta.
Api perapian mulai dinyalakan. Suasana rumah menjadi hangat. Sang nenek mulai menyiapkan hidangan; menumbuk padi menjadi beras; memasak lobak menjadi sup lobak yang lezat dan hangat.
Keesokan harinya sebelum pergi, sang pendeta berkata, "Semoga berkat dari sang Buddha selalu melimpahi kehidupanmu, Nek!". Setelah itu dia melanjutkan perjalanan.
Kekhawatiran nenek tentang jejak kakinya di malam sebelumnya tidak terjadi. Malam sebelumnya salju turun dengan sangat lebat. Jejak kaki itu hilang tertutup salju tebal.
Ternyata pendeta yang dia tolong adalah pendeta besar Buddha di Jepang. Itulah buah manis untuk sang nenek yang menolong orang lain, walaupun keadaannya sangat miskin.
Illustrasi gambar nenek yang baik hati |
Mulai saat itu, kehidupan sang nenek berubah. Dia tak lagi miskin. Makanan selalu tersedia. Namun, dia tetap menjadi nenek yang baik hati; selalu siap menolong siapapun yang sedang kesusahan.
Sang nenek mengisi hari-harinya dengan penuh berkah.
Pesan refleksi dan moral cerita :
Tetapi jika engkau membantu orang lain, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu, sebab itu adalah bentuk kesombongan, dan tidak ada ibadah yang berkenan di mata Allah bagi orang-orang yang hanya mengharapkan pujian atas kebaikan yang dilakukannya.
Bantulah orang lain dengan setulus hati. Jika kau tidak tulus dalam melakukannya, lebih baik jangan kau lakukan itu, sebab itu hanya mendatangkan dosa bagimu oleh karena sifat bersungut-sungutmu.
Berilah orang lain dari kekuranganmu, bukan dari kelebihanmu. Sebab akan selalu ada seribu alasan bagimu untuk tidak jadi melakukan kebaikan, hingga akhirnya kau benar-benar tidak melakukan apapun untuk orang itu. Percayalah, kau tidak akan jatuh miskin hanya dengan membantu orang lain. Sebab suatu hari, ketika saatnya tiba, kau akan menuai apa yang sudah kau tabur.
Sambutlah orang yang datang kepadamu, dan berilah kesan yang baik baginya, walaupun mungkin tujuannya datang kepadamu adalah untuk meminta bantuan. Bersyukurlah! Sebab Allah sendirilah yang memilihmu untuk bisa menjadi berkat baginya.
Sumber cerita inspirasi : 101 Kisah Bijak dari Jepang beserta pesan inspirasi dari penulis
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca artikel ini.
Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini.